Latar belakang
Tragedi bencana alam di Indonesia setiap tahunnya sangat
meresahkan
masyarakat Indonesia, seperti Lumpur Lapindo yang terjadi
pada
akhir mei tahun 2006 sangat mengguncang masyarak indonesia
pada
khususnya serta masyarakat dunia pada umumnya. Peristiwa yang
tepatnya
terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo,
Jawa Timur tersebut membuat tergenangnya kawasan
pemukiman,
pertanian, dan perindustrian di daerah sekitar titik pusat
semburan
yang mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur,
kebakaran
hutan di Kalimantan membuat polusi udara di sebagian besar
di
Kalimantan sehingga menggau sarana transportasi dan kesehatan
terutama
pernafasan karena asap kebakaran, dan banjir di bengawan solo
yang
tiap tahun merendam kota bojonegoro dan sekitarnya, juga jalan
penting
pantura yang menyebabkan arus transportasi lambat juga
mengganggu
perkonomian warga .
Pada
saat ini Informasi yang bermanfaat tentang kasus bencana
alam
sangat penting. Hal ini disebabkan banyaknya artikel-artikel yang
membahas
tentang bencana alam yang kefalidannya
sangat
dipertanyakan.
Hal ini membutuhkan suatu sistem yang dapat membuat
informasi
atas lumpur lapindo berdasarkan atas informasi yang falid,
dengan
begitu maka pembaca atau penghaus informasi tentang lumpur
lapindo
akan mendapatkan informasi yang akurat, representatif dan
dapat
dipercaya.
Sistem
lokal metadata tentang lumpur lapindo
adalah suatu
sistem
yang membuat metadata dari artikel tentang kasus lumpur
lapindo.
Dengan adanya metadata ini kita dapat mendapatkan informasi
tentang
lumpur lapindo. Informasi yang disajikan oleh sistem ini yaitu
informasi
tentang sebab-akibat dari lumpur lapindo serta hubunganya
dengan
topik lain diantaranya yaitu kesehatan, ekonomi serta
Tujuan
Pembahasan
Memberi tahu pembaca
tentang lumpur lapindo.
Menganalisis dengan
pembahasan tentang ekologi, unsur kimia dan dampak perkembangan iptek yang
berkaitan dengan akibat dan penyebab lumpur lapindo.
Pembahasan
1.
Pembahasan lumpur lapindo dengan pendekatan
ekologi seperti pencemaran tanah.
A.
Pencemaran
tanah pada lumpur lapindo
Dalam hal ini lumpur lapindo sangat berpengaruh dalam
pencemaran tanah karena akibat dari lupur lapindo tersebut menyebabkan banyak
kerugian bagi masyarakat dan lingkungannya. Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas
di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan
ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian
di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
B.
Faktor Penyebab
lumpur lapindo yang berdampak pada tanah
Salah satu penyebab pencemaran tanah
adalah di akibatkan oleh lumur lapindo. Lapindo Brantas melakukan
pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan
perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu
diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah
menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500
kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai
dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation
loss (hilangnya lumpur dalam
formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke
dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung. Yang menyebabkan sumur
banjar panji menjadi bocor. Dan menyebabkan keluarnya lumpur panas yang biasa
kita sebut lumpur lapindo. Dan hal ini dapat menyebabkan pencemaran tanah. Yang
merugikan masyarakat dan lingkunganya.
C.
Zat kimia yang terkandung dalam lumpur lapindo
Berdasarkan pengujian
toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab)
diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik
untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida
Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol,
Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian
menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Hasil pengujian LC50 terhadap
larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia
carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak
beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar
yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan
lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppmSuspended
Particulate Phase (SPP)
terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara
berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur
dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
1. Reaksi
kimia lupur lapindo
Teknologi merupakan cara yang harus dilakukan manusia
dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya yang makin meningkat. Dalam hal ini
contohnya lumpur lapindo bisa di manfaatkan untuk pembuatan – pembuatan
teknologi seperti batrai. Dengan cara ini lumpur lapindo sangat bisa di
manfaatkan dalam pembuatan batari untuk kebutuhuhan sekunder di bidang
industri.
Fase Tehnologi Batrai yang berasal dari lumpur lapindo
Pada fase pembuatan batrai yang terbuat dari lumpur
lapindo adalah fase tehnik modern. Karena pembuatanya menggunakan tenaga mesin.
Dan termasuk teknologi modern atau (Hi tech).
Dampak Lumpur lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat
sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT
Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk
mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
1.
Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya
menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat
dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian.
Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong.
Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga
yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi.
Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah
terendam lumpur.
2.
Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga
Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo
dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo,
Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605
ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3.
Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas
produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja
yang terkena dampak lumpur ini.
4.
Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga
terancam tak bekerja.Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas
Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan
listrik dan telepon)
5.
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak
sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo
480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah
negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid
dan musala 15 unit.
6.
Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk
areal persawahan
7.
Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT
Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar)
untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
8.
Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa
air milik PDAM Surabaya patah [2].
9.
Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena
tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
10.
Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu
melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
11.
Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
12.
Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik
di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur
transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di
bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di
kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu
kawasan industri utama di Jawa Timur.
E.
Upaya menanggulangi lumpur lapindo
Sejumlah
upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan
membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur
terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol,
yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika
dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton
pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian
Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006,
mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi
yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan
volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang
jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika
meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat,
waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah,
mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember
Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol,
waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai
melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka
pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang
dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja
secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan
sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar
dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu,
yang menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman.
Tujuan jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat
untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
Kesimpulan :
Solusi yang harus dilakukan selain ganti rugi bagi korban, yang lebih penting adalah memberi kepastian dan pilihan yang menentukan masa depan korban yang lama telah terlantar. Semburan yang hingga sekarang tahun 2010 belum berenti berearti, pemerinta harus menyiapkan penampungan sementara yang memenuhi kelayakan hingga dapat menempati tempat tinggal semula. Tentu harus disiapkan pembangunan kembali perumahan, infrastruktur dan fasilitas sosial yang rusak terendam lumpur. Tidak kalah penting, menyiapkan program ekonomi untuk mengembalikan penghidupan korban yang dalam jangka panjang tidak akan dapat menggantungkan pada lahan persawahan atau tambak, dan pemerintah atau orang yang bertanggung jawab harus segera diputuskan adanya relokasi korban.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, P.2006. Menebar Bencana Lumpur di Kali Porong. Ecological Observation And
Wetlands Conservation
Chahaya S. I. 2008. Ikan sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.
Cerman Z, Striffler BF, Barthlott W. Dry in the water: the superhydrophobic water fern
Salvinia – a model for biomimetic surfaces. In: Gorb SN, editor. Functional surfaces
in biology. Berlin, Heidelberg: Springer [in press].
Connell, D. W., and Gregory J. M. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press :
Jakarta
Darjatmoko, M. 2006. Problem Lumpur Lapindo Pencemaran Lingkungan. Diakses dari
http://members.tripod.com/fisika. Pada 13 Oktober 2008. Pukul 09.55 WIB.