Minggu, 20 Januari 2013

Lumpur Lapindo

Latar belakang

Tragedi  bencana alam di Indonesia setiap tahunnya sangat
meresahkan masyarakat Indonesia, seperti Lumpur Lapindo yang terjadi
pada akhir mei tahun 2006 sangat mengguncang masyarak indonesia
pada khususnya serta masyarakat dunia pada umumnya. Peristiwa yang
tepatnya terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur tersebut membuat tergenangnya kawasan
pemukiman, pertanian, dan perindustrian di daerah sekitar titik pusat
semburan yang mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur,
kebakaran hutan di Kalimantan membuat polusi udara di sebagian besar
di Kalimantan sehingga menggau sarana transportasi dan kesehatan
terutama pernafasan karena asap kebakaran, dan banjir di bengawan solo
yang tiap tahun merendam kota bojonegoro dan sekitarnya, juga jalan
penting pantura yang menyebabkan arus transportasi lambat juga
mengganggu perkonomian warga .

Pada saat ini Informasi yang bermanfaat tentang kasus bencana
alam sangat penting. Hal ini disebabkan banyaknya artikel-artikel yang
membahas tentang  bencana alam yang kefalidannya sangat
dipertanyakan. Hal ini membutuhkan suatu sistem yang dapat membuat
informasi atas lumpur lapindo berdasarkan atas informasi yang falid,
dengan begitu maka pembaca atau penghaus informasi tentang lumpur
lapindo akan mendapatkan informasi yang akurat, representatif dan
dapat dipercaya.

Sistem lokal metadata  tentang lumpur lapindo adalah suatu
sistem yang membuat metadata dari artikel tentang kasus lumpur
lapindo. Dengan adanya metadata ini kita dapat mendapatkan informasi
tentang lumpur lapindo. Informasi yang disajikan oleh sistem ini yaitu
informasi tentang sebab-akibat dari lumpur lapindo serta hubunganya
dengan topik lain diantaranya yaitu kesehatan, ekonomi serta

Tujuan Pembahasan     
Memberi tahu pembaca tentang lumpur lapindo.
Menganalisis dengan pembahasan tentang ekologi, unsur kimia dan dampak perkembangan iptek yang berkaitan dengan akibat dan penyebab lumpur lapindo.





Pembahasan
1.     Pembahasan lumpur lapindo dengan pendekatan ekologi seperti pencemaran tanah.
A.    Pencemaran tanah pada lumpur lapindo
Dalam hal ini lumpur lapindo sangat berpengaruh dalam pencemaran tanah karena akibat dari lupur lapindo tersebut menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat dan lingkungannya. Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

B.    Faktor Penyebab lumpur lapindo yang berdampak pada tanah
Salah satu penyebab pencemaran tanah adalah di akibatkan oleh lumur lapindo. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung. Yang menyebabkan sumur banjar panji menjadi bocor. Dan menyebabkan keluarnya lumpur panas yang biasa kita sebut lumpur lapindo. Dan hal ini dapat menyebabkan pencemaran tanah. Yang merugikan masyarakat dan lingkunganya.

C.    Zat kimia yang terkandung dalam lumpur lapindo

Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppmSuspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.


1.       Reaksi kimia lupur lapindo

























D.   Manfaat lumpur lapindo sebagi pemenuhan kebutuhan sekunder di bidang industri
Teknologi merupakan cara yang harus dilakukan manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya yang makin meningkat. Dalam hal ini contohnya lumpur lapindo bisa di manfaatkan untuk pembuatan – pembuatan teknologi seperti batrai. Dengan cara ini lumpur lapindo sangat bisa di manfaatkan dalam pembuatan batari untuk kebutuhuhan sekunder di bidang industri.


Fase Tehnologi Batrai yang berasal dari lumpur lapindo

Pada fase pembuatan batrai yang terbuat dari lumpur lapindo adalah fase tehnik modern. Karena pembuatanya menggunakan tenaga mesin. Dan termasuk teknologi modern atau (Hi tech).


Dampak Lumpur lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
1.     Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
2.     Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3.     Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.
4.     Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
5.     Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
6.     Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan
7.     Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
8.     Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah [2].
9.     Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
10.   Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
11.   Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
12.   Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
E.    Upaya menanggulangi lumpur lapindo
                       Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.

 Kesimpulan :

Solusi yang harus dilakukan selain ganti rugi bagi korban, yang lebih penting adalah memberi kepastian dan pilihan yang menentukan masa depan korban yang lama telah terlantar. Semburan yang hingga sekarang tahun 2010 belum berenti berearti, pemerinta harus menyiapkan penampungan sementara yang memenuhi kelayakan hingga dapat menempati tempat tinggal semula. Tentu harus disiapkan pembangunan kembali perumahan, infrastruktur dan fasilitas sosial yang rusak terendam lumpur. Tidak kalah penting, menyiapkan program ekonomi untuk mengembalikan penghidupan korban yang dalam jangka panjang tidak akan dapat menggantungkan pada lahan persawahan atau tambak, dan pemerintah atau orang yang bertanggung jawab harus segera diputuskan adanya relokasi korban.




DAFTAR PUSTAKA 

Arisandi, P.2006. Menebar Bencana Lumpur di Kali Porong.  Ecological Observation And 
Wetlands Conservation 
Chahaya S. I. 2008. Ikan sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian Kesehatan Lingkungan 
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. 
Cerman Z, Striffler BF, Barthlott W. Dry in the water: the superhydrophobic water fern 
Salvinia – a model for biomimetic surfaces. In: Gorb SN, editor. Functional surfaces 
in biology. Berlin, Heidelberg: Springer [in press]. 
Connell, D. W., and Gregory J. M. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press : 
Jakarta 
Darjatmoko, M. 2006. Problem Lumpur Lapindo Pencemaran Lingkungan. Diakses dari 
http://members.tripod.com/fisika. Pada 13 Oktober 2008. Pukul 09.55 WIB. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar